PELAYANAN MEDIS
STANDAR 1. FALSAFAH DAN
TUJUAN
Pelayanan medis harus disediakan dan diberikan kepada pasien-pasien
sesuai dengan ilmu pengetahuan kedokteran mutakhir, serta memanfaatkan kemampuan
dan fasilitas rumah sakit secara optimal. Setiap jenis pelayanan medis harus
sesuai dengan masing-masing standar pelayanan profesi. Tujuan pelayanan medis
adalah mengupayakan kesembuhan pasien secara optimal melalui prosedur dan
tindakan yang dapat dipertanggungjawabkan.
S.1.P.1.
|
Pelayanan medis diberikan berdasarkan standar profesi/standar pelayanan
medis yang ditetapkan pimpinan rumah sakit.
|
Skor
|
:
|
|
|
0
|
=
|
Tidak ada standar yang diberlakukan dalam pelayanan
medis.
|
|
1
|
=
|
Ada beberapa standar tidak tertulis dalam pelayanan medis .
|
|
2
|
=
|
Ada standar tidak tertulis
meliputi keseluruhan pelayanan medis .
|
|
3
|
=
|
Ada standar tertulis meliputi keseluruhan pelayanan medis akan tetapi belum
ditetapkan pimpinan Rumah Sakit
.
|
|
4
|
=
|
Ada standar tertulis meliputi keseluruhan pelayanan medis dan sudah ditetapkan pimpinan
Rumah Sakit
|
|
5
|
=
|
Ada standar tertulis meliputi keseluruhan pelayanan medis dan sudah ditetapkan pimpinan
Rumah sakit, sudah disosialisasikan, disertai
evaluasi dan pelaksanaannya dan
tindak lanjut hasil evaluasi.
|
|
|
|
|
|
|
DO :
|
1. Standar: dapat berupa standar profesi dan atau standar pelayanan medis lainnya.
Standar profesi adalah standar dari organisasi profesi kedokteran yang
diberlakukan di rumah sakit. Standar pelayanan medis adalah standar lainnya
dalam bidang keilmuan kedokteran, baik yang dibuat sendiri maupun yang dibuat
pihak lain di luar rumah sakit dan diberlakukan di rumah sakit. Standar
pelayanan medis antara lain dapat berupa guidelines (pedoman-pedoman),
skema-skema pengambilan keputusan, termasuk prosedur kerja, maupun
buku-buku.
2. Evaluasi: adalah kegiatan yang berupa audit internal dan/atau management review.
Audit internal (termasuk audit medis) adalah kegiatan untuk menilai apakah staf
medis telah memberikan pelayanan sesuai standar-standar tersebut yang dibuktikan
dengan adanya dokumen-dokumen audit. Management review adalah kegiatan manajemen
dalam mengevaluasi hasil temuan audit internal dan mengevaluasi standar-standar
yang berlaku yang dibuktikan dengan adanya risalah rapat.
3. Tindak lanjut: adalah kegiatan menyelesaikan penyebab masalah-masalah (akar penyebab)
yang ditemukan pada audit internal dan management review, dibuktikan dengan
adanya dokumen tindak lanjut hasil audit dan risalah rapat management
review.
|
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
Adanya standar-standar dalam memberikan pelayanan medis (berupa
standar profesi, prosedur kerja dsb), adanya SK pemberlakuannya, adanya hasil
audit internal dan tindak lanjutnya.
|
O
|
:
|
-
|
W
|
:
|
Dengan SMF untuk mengetahui apakah mereka menguasai standar-standar
pelayanan (sosialisasi).
|
STANDAR 2. ADMINISTRASI DAN
PENGELOLAAN
Pimpinan rumah sakit berfungsi sebagai administrator dengan tugas
membuat kebijakan, mengkoordinasikan pelayanan, melaksanakan pengembangan staf
medis dan melakukan pengawasan terhadap penerapan standar profesi/standar
pelayanan medis termasuk menangani masalah Mediko-legal
S.2.P.1.
|
Komite
medis dibentuk dengan fungsi merumuskan standar profesi/standar pelayanan medis,
menangani masalah etik medis dan meningkatkan mutu tenaga medis di rumah
sakit.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada Komite Medis atau unit semacam Komite
Medis.
|
1
|
=
|
Ada semacam Komite Medis tanpa
tugas dan fungsi jelas
.
|
2
|
=
|
Ada semacam Komite Medis dengan uraian tugas dan fungsi jelas yang
masih bersifat umum .
|
3
|
=
|
Ada Komite Medis dengan tugas dan fungsi terbatas akan tetapi belum
ditetapkan oleh SK Pemilik / Pimpinan RS .
|
4
|
=
|
Ada Komite Medis dengan fungsi dan tugas terbatas dan telah ditetapkan dengan SK Pemilik / Pimpinan
RS.
|
5
|
=
|
Ada Komite Medis dengan tugas dan fungsi lengkap dan telah ditetapkan
dengan SK Pemilik / Pimpinan RS.
|
DO :
|
1. Komite Medis: adalah kelompok tenaga medis yang keanggotaannya dipilih dari
anggota staf medis. Tidak semua staf medis harus menjadi anggota Komite Medis,
akan tetapi setiap staf medis harus menjadi anggota Staf Medis
Fungsional.
2. Fungsi Komite Medis:
a. Menyusun standar profesi/standar pelayanan medis
b. Menangani masalah etis medis
c. Meningkatkan mutu tenaga medis
3. Fungsi dan tugas lengkap: bila ada bukti-bukti bahwa point a-c diatas telah dilaksanakan
(bukti-bukti aktivitas). Bila salah satu belum dilaksanakan, dikategorikan
sebagai kurang lengkap.
|
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
SK Direktur, Uraian tugas dan fungsi KM, SPO,
Juklak.
|
O
|
:
|
Pencapaian Komite Medis,
Laporan-laporan.
|
W
|
:
|
Salah seorang anggota Komite
Medis.
|
S.2.P2.
|
Unit kerja fungsional (Kelompok Staf Medis Fungsional) dibentuk
dengan fungsi mengatur kegiatan profesi, koordinasi pengembangan staf dan
pembinaan mutu pelayanan.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada unit kerja fungsional.
|
1
|
=
|
Unit kerja fungsional dalam proses
pembentukan.
|
2
|
=
|
Ada unit kerja fungsional, tidak
berfungsi.
|
3
|
=
|
Ada unit kerja fungsional, berfungsi
sebagian.
|
4
|
=
|
Ada unit kerja fungsional, berfungsi
penuh.
|
5
|
=
|
Ada unit kerja fungsional, berfungsi penuh, ada evaluasi dan tindak
lanjut.
|
D.O :
1. Unit kerja fungsional: adalah unit kerja yang merupakan kelompok-kelompok staf medis.
Kelompok ini dapat diberi nama Kelompok Staf Medis Fungsional (kelompok SMF)
atau nama lainnya (misalnya, Departemen).
Jenis-jenis kelompok ini umumnya dibagi berdasarkan jenis
spesialisasinya (termasuk dokter umum). Banyaknya kelompok tergantung jumlah
staf medis yang ada di rumah sakit. Dianjurkan agar kelompok terdiri dari lebih
dari satu orang. Bila kelompok hanya terdiri dari satu orang saja, agar digabung
dengan kelompok lain yang sejenis. Untuk dokter umum dapat
:
a. Dimasukkan pada SMF spesialis yang sesuai dengan pekerjaan
sehari-hari dokter umum tersebut (misalnya, jika ia bekerja sebagai asisten
spesialis Penyakit Dalam, maka ia masuk dalam kelompok staf medis Penyakit
Dalam)
b. Mempunyai kelompok fungsionalnya sendiri, bila mereka mempunyai
tugas-tugas yang sifatnya menyeluruh (misalnya menjadi dokter ruangan yang
menangani semua kasus di ruangan tersebut) atau yang bersifat khusus (misalnya
bila mereka hanya menangani kedaruratan saja).
2. Fungsi unit kerja fungsional:
a. Mengatur kegiatan profesi
b. Mengkoordinasikan pengembangan staf medis
c. Menjaga agar kualitas pelayanan sesuai dengan standar profesi yang sudah
ditetapkan.
3. Berfungsi penuh: bila semua fungsi dalam point 2.a –.c diatas dilaksanakan. Kurang dari
itu dikategorikan sebagai berfungsi sebagian. Bila belum ada bukti sama sekali
bahwa fungsi-fungsi tersebut telah dilakukan, maka dikategorikan sebagai belum
berfungsi.
4. Pembentukan dan Penyusunan Unit Kerja Fungsional harus mengacu pada
pedoman yang dimuat dalam :
a. Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Medik Nomor : HK.00.06.3.5.3018 tanggal 5 Juli 1999
tentang Pedoman Pengorganisasian Staf Medis Fungsional dan Komite Medis di Rumah
Sakit Swasta.
b. Lampiran II Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 631/MENKES/SK/IV/2005
tanggal 25 April 2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf Medis (Medical
Staff Bylaws) di Rumah Sakit.
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
SK pembentukan SMF, uraian tugas anggota SMF, pembagian kerja di
SMF
|
O
|
:
|
-
|
W
|
:
|
Pimpinan RS, Ketua Komite Medis, beberapa Kepala
SMF
|
STANDAR 3. STAF DAN
PIMPINAN
Penetapan dan pengaturan hak serta kewajiban staf ditentukan oleh
pejabat yang berwenang
S.3 P. 1.
|
Ada prosedur tentang seleksi dan penempatan semua staf medis kedalam
unit kerja
fungsional.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada prosedur tertulis.
|
1
|
=
|
Ada prosedur tidak tertulis .
|
2
|
=
|
Prosedur tertulis sedang dalam proses
pembuatan
|
3
|
=
|
Prosedur tertulis ditetapkan sendiri-sendiri oleh pimpinan unit kerja
fungsional.
|
4
|
=
|
Prosedur tertulis ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit , sesuai
rekomendasi dari komite medis.
|
5
|
=
|
Prosedur tertulis ditetapkan
oleh pimpinan rumah sakit, sesuai rekomendasi dari komite medis; dan
sudah ada evaluasi pelaksanaan prosedur dan
tindak lanjutnya.
|
D.O. :
1. Prosedur: adalah Standar Prosedur
Operasional (SPO) yang mengatur tata cara seleksi dan penempatan staf medis
kedalam unit-unit fungsional yang ada di rumah sakit.
2. Penyusunan dan pelaksanaan SPO didasarkan atas UU No 29 Th 2004
tentang Praktik Kedokteran
3. Rekomendasi dari subkomite kredensial/komite medis: berisi hak-hak klinis yang dapat diberikan kepada staf medis baru
tersebut. Hak-hak klinis ini ditentukan berdasarkan kemampuan klinis aktual staf
medis tersebut, bukan hanya berdasarkan jenis spesialisasinya saja. Proses
penentuan hak klinis ini disebut proses kredensial.
4. Pelaksanaan Prosedur: bahwa suatu prosedur telah dilaksanakan, perlu ada bukti-bukti
tertulis seperti notulen rapat, form-form yang telah diisi dan
sebagainya.
5. Evaluasi: adalah cara menilai apakah SPO/prosedur telah dilaksanakan dengan
baik. Caranya adalah dengan melakukan audit internal.
6. Tindak lanjut: adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk memperbaiki kekurangan
yang didapatkan saat evaluasi.
7. Periksa selanjutnya DO
. S2.P2.
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
1. Prosedur kerja/SPO yang berisi tatacara seleksi dan penempatan staf
medis. Prosedur ini dapat merupakan bagian dari suatu prosedur yang bersifat
umum (misalnya satu prosedur seleksi dan penempatan staf medis), atau
sebaliknya, terdiri dari beberapa prosedur (misalnya satu prosedur untuk
seleksi, satu prosedur untuk kredensial dan satu prosedur lainnya untuk
penempatan).
2. Bukti-bukti pelaksanaan seperti notulen rapat, form-form yang telah
diisi dan sebagainya.
3. Bukti-bukti evaluasi seperti laporan, notulen rapat, hasil audit
internal.
4. Bukti-bukti tindak lanjut seperti tindak lanjut audit (bisa merupakan
kesatuan dengan dokumen hasil audit), rapat-rapat management
review.
|
O
|
:
|
-
|
W
|
:
|
-
|
S.3P.2.
|
Ada proses dan mekanisme pemilihan dan penetapan dari pimpinan unit
kerja fungsional .
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada mekanisme dan proses
pemilihan.
|
1
|
=
|
Ada mekanisme dan proses pemilihan akan tetapi tidak
jelas.
|
2
|
=
|
Ada mekanisme dan proses pemilihan akan tetapi kriterianya tidak
jelas.
|
3
|
=
|
Ada mekanisme dan proses pemilihan dengan kriteria jelas, akan tetapi
belum melibatkan komite medis.
|
4
|
=
|
Ada mekanisme dan proses pemilihan dengan kriteria jelas dan sudah
melibatkan komite Medis.
|
5
|
=
|
Ada mekanisme dan proses pemilihan dengan kriteria jelas disertai
adanya evaluasi dan tindak
lanjutnya.
|
D.O. :
1. Prosedur: adalah Standar Prosedur Operasi (SPO) yang mengatur pemilihan dan
penetapan dari pimpinan unit fungsional di rumah sakit.
2. Melibatkan komite medis: Komite medis terlibat dalam proses ini, misalnya dalam
pengorganisasian pemilihan pimpinan unit fungsional, atau dalam hal penetapannya
(mis. Membuat surat pengantar kepada pimpinan RS untuk membuatkan SK
pengangkatannya, dsb).
3. Pelaksanaan Prosedur, evaluasi dan tindak lanjut: lihat parameter sebelumnya.
4. Proses dan mekanisme pemilihan pimpinan unit kerja fungsional harus
dilakukan dalam lingkungan unit kerja fungsional sendiri dengan memperhatikan
senioritas, kompetensi profesional dan track record
academic-nya.
5. Proses dan mekanisme pemilihan Ketua Komite Medis juga mengikuti
persyaratan dari skor parameter ini
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
SK Direktur, SPO pemilihan, Juklak, Struktur organisasi RS
.
|
O
|
:
|
Unit-unit fungsional .
|
W
|
:
|
Salah seorang pimpinan unit fungsional
.
|
S.3.P.3.
|
Staf
Medis berperan dalam membuat prosedur
pelayanan.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada prosedur pelayanan .
|
1
|
=
|
Ada prosedur pelayanan tidak
tertulis .
|
2
|
=
|
Ada prosedur pelayanan tertulis
ditetapkan sendiri oleh tiap-tiap staf medis
|
3
|
=
|
Ada prosedur pelayanan ditetapkan sendiri oleh pimpinan unit kerja
fungsional tanpa melibatkan SMF nya, serta belum ada penetapan dari
pimpinan rumah sakit
.
|
4
|
=
|
Ada prosedur pelayanan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit; Sudah
ada keterlibatan SMF dengan peran terbatas dalam penyusunan prosedur
pelayanan, ada SK Direktur tetapi belum pernah dievaluasi dan ditindak
lanjuti.
|
5
|
=
|
Ada prosedur pelayanan ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit; Sudah
ada keterlibatan SMF dengan peran besar dalam penyusunan prosedur, ada SK
Direktur disertai evaluasi dan tindak
lanjut.
|
D.O.:
1. Prosedur: adalah Standar Prosedur Operasi (SPO) yaitu dokumen yang menjelaskan
proses-proses kerja dalam rumah sakit. SPO/prosedur dapat disebut dengan nama
lain dalam rumah sakit, asalkan dokumen ini berisi proses-proses kerja yang
menggambarkan siapa mengerjakan apa. Dokumen ini disusun berdasarkan Surat Edaran Direktur Pelayanan Medis
Spesialistik No. YM.00.02.2.2.837 tanggal 1 Juni 2001 perihal Bentuk Standar
Prosedur Operasi (SPO). SPO dapat berisi proses-proses pelayanan medis yang
bersifat keilmuan (misalnya proses penanganan berbagai penyakit seperti
diabetes, stroke, appendicitis, partus, sectio caesaria dsb), dan
proses-proses administratif / manajerial dari pelayanan medis (misalnya
proses-proses visite, ronde, pertemuan klinis, konsultasi
dsb).
2. Diberi peran besar: ada bukti-bukti bahwa pimpinan rumah sakit dan/atau komite medis
memberikan kesempatan kepada staf medis untuk membuat
SPO/prosedur.
3. Diberi peran terbatas: keterlibatan SMF hanya sekedar menandatangani dokumen-dokumen
tersebut dan tidak terlihat perannya dalam proses penyusunan
SPO.
4. Berfungsi: Staf medis dikatakan berfungsi dalam menyusun SPO bila ada bukti-bukti
bahwa staf medis turut menyusun SPO. Hal ini dapat dilihat dalam SPO itu
sendiri, bila nama penyusunnya dicantumkan, atau dalam dokumen lainnya yang
dibuat selama proses penyusunan prosedur.
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
SPO, SK Direktur, rapat-rapat SMF, notulen dan absensi , evaluasi,
dan tindak lanjut.
|
O
|
:
|
Laporan komite Medis dan hasil rapat-rapat SMF
.
|
W
|
:
|
Anggota Komite Medis, salah seorang SMF, Pimpinan RS
.
|
S.3.P.4. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan dan ada rencana
pelayanan.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada ketentuan dan rencana
pelayanan
|
1
|
=
|
Ada ketentuan , belum ada rencana pelayanan.
|
2
|
=
|
Ada dokter penanggung jawab, belum ada rencana pelayanan.
|
3
|
=
|
Ada dokter penanggung jawab, ada rencana pelayanan tidak lengkap.
|
4
|
=
|
Ada dokter penanggung jawab, ada rencana pelayanan lengkap belum ada
evaluasi.
|
5
|
=
|
Ada dokter penanggung jawab. Ada rencana pelayanan lengkap, ada
evaluasi.
|
D.O.
|
|
1. Yang dimaksud dengan ketentuan adalah kebijakan yang ditetapkan
dengan SK Direktur. Dalam ketentuan ini dimuat : kebijakan bahwa Kelompok Staf
Medis Fungsional (SMF) diberi wewenang menetapkan dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP), kebijakan tentang pola DPJP pada rawat
bersama.
2. Seorang DPJP adalah dokter yang bertugas mengelola rangkaian asuhan
medis (”paket”) seorang pasien a.l.: pemeriksaan medis untuk penegakan
diagnosis, merencanakan & memberi terapi, melakukan tindak-lanjut /
follow-up, s/d rehabilitasi. Melakukan konsultasi sesuai kebutuhan, baik hanya
untuk pendapat atau rawat bersama.
3. Dalam hal rawat bersama cakupan pelayanan seorang DPJP adalah sesuai
dengan bidang/keahlian/kompetensinya, misalnya DPJP mengelola seorang pasien penyakit dalam, bila
pasien tsb dikonsulkan untuk masalah penyakit di bidang bedah maka ada DPJP lain
yang mengelola asuhan bedah bagi pasien tsb. Pola operasional ini yang
ditentukan Komite Medis, termasuk DPJP Utama sebagai koordinator pada seorang
pasien, harus didukung oleh SOP.
4. Rencana pelayanan harus dimuat dalam berkas rekam medis.Yang dimaksud
dengan rencana pelayanan lengkap adalah memuat segala aspek pelayanan yang akan
diberikan, termasuk pemeriksaan, konsultasi, rehabilitasi pasien,
dsb.
|
|
|
|
C.P.
:
|
D =
|
SK Direktur, Penugasan DPJP oleh Ketua SMF ybs, SOP Pola operasional
DPJP, Berkas Rekam Medis.
|
|
O
=
|
-
|
|
W
=
|
DPJP
|
|
|
|
Skor
|
|
|
S.3.P.5. Dokter penanggung jawab
pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan
keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk terjadinya kejadian yang diharapkan dan tidak
diharapkan.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada ketentuan tertulis
|
1
|
=
|
Ada ketentuan tertulis tidak ada bukti
pelaksanaan.
|
2
|
=
|
Ada ketentuan tertulis, hanya sebagian
terlaksana.
|
3
|
=
|
Ada ketentuan tertulis, terlaksana bukan oleh
DPJP.
|
4
|
=
|
Ada ketentuan tertulis, terlaksana sepenuhnya oleh
DPJP.
|
5
|
=
|
Ada
ketentuan tertulis, terlaksana sepenuhnya oleh DPJP, sudah dievaluasi oleh Sub
Komite/Panitia Rekam Medis.
|
D.O.
|
:
|
Bukti pelaksanaan terutama di berkas Rekam Medis, selain formulir
Informed Consent.
|
|
|
|
C.P. :
|
D =
|
SOP Pelayanan Pasien, Berkas Rekam
Medis.
|
|
O
=
|
-
|
|
W
=
|
DPJP
|
|
|
|
Skor :
|
|
|
STANDAR 4. FASILITAS DAN
PERALATAN
Fasilitas
yang cukup harus tersedia bagi staf medis sehingga dapat tercapai tujuan dan
fungsi pelayanan yang efektif.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada ruang pertemuan dan sarana
komunikasi.
|
1
|
=
|
Ruang pertemuan tidak memadai, sarana komunikasi kurang
baik.
|
2
|
=
|
Ruang pertemuan kurang memadai, sarana komunikasi kurang
baik.
|
3
|
=
|
Ruang pertemuan kurang memadai, sarana komunikasi
baik
|
4
|
=
|
Ruang pertemuan memadai, sarana komunikasi
baik.
|
5
|
=
|
Ruangan memadai dan sarana komunikasi baik
sekali.
|
D.O:
1. Ruangan memadai: ruangan pertemuan dapat menampung seluruh staf medis yang ada di
rumah sakit. Ruangan cukup nyaman yaitu temperatur dan pencahayaan memadai untuk
melaksanakan rapat. Ada tidaknya AC tergantung cuaca setempat. Ruangan pertemuan
ini dapat merangkap sebagai kantor harian komite medis maupun kelompok
staf medis fungsional.
2. Ruangan kurang memadai: Ruangan cukup untuk menampung seluruh staf medis, tetapi tidak cukup
nyaman dari segi temperatur dan/atau pencahayaan, atau aspek lainnya (misalnya
bau).
3. Ruangan tidak memadai: ruangan pertemuan tidak cukup luas untuk menampung seluruh staf
medis yang ada, atau tidak nyaman untuk pertemuan seluruh staf medis, baik dari
segi temperatur maupun pencahayaan.
4. Sarana komunikasi baik sekali: bila sarana komunikasi dalam ruang pertemuan tersebut dapat
menjangkau seluruh ruang perawatan dan klinis di rumah sakit, dan dapat
menjangkau luar rumah sakit (termasuk telepon seluler dan/atau pager tenaga
medis, bila fasilitas ini ada). Ada fasilitas facsimile dan/atau
radioMedis.
5. Sarana komunikasi baik: Bila tidak ada facsimile dan/atau radio,Medis, tetapi ada interkom
(untuk komunikasi di dalam rumah sakit) yang menjangkau seluruh ruangan dan ada
sambungan telepon lokal (boleh melalui operator).
6. Sarana komunikasi kurang baik: sambungan interkom terbatas pada beberapa ruangan saja atau tidak ada.
Tidak ada saluran telepon keluar yang langsung.
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
--
|
O
|
:
|
1. Ada tidaknya ruang pertemuan, luasnya, kenyamanan dari segi
temperatur udara, pencahayaan, bau.
2. Ada tidaknya sarana komunikasi, jenis dan jangkauan alat
komunikasi.
|
W
|
:
|
|
S.4.
P.2.
|
Tersedia tenaga administrasi yang membantu kelancaran tugas komite
medis dan staf medis.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada tenaga purna waktu.
|
1
|
=
|
Ada tenaga tetapi diperbantukan dari bidang
lain.
|
2
|
=
|
Ada tenaga tenaga purna waktu tetapi jumlahnya tidak mencukupi
.
|
3
|
=
|
Ada tenaga purna waktu, jumlahnya sudah mencukupi, tetapi diangkat
sendiri oleh Komite Medis / SMF .
|
4
|
=
|
Ada tenaga purna waktu, cukup jumlahnya, disediakan oleh pimpinan,
belum pernah dievaluasi .
|
5
|
=
|
Tersedia tenaga purna waktu, seluruhnya disediakan oleh pimpinan
rumah sakit, mencukupi kebutuhan, sudah dievaluasi
.
|
DO:
1. Tenaga administrasi: adalah orang atau sekumpulan orang yang bertugas melaksanakan
administrasi perkantoran guna menunjang pelaksanaan tugas-tugas komite Medis,
SMF dan panitia / Subkomite.
2. Tenaga administrasi purna / penuh waktu adalah tenaga yang tidak merangkap pekerjaan lain (hanya
melaksanakan tugas sebagai tenaga administrasi saja).
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
SK pengangkatan, uraian tugas .
|
O
|
:
|
Kantor Komite Medis .
|
W
|
:
|
Salah seorang pegawai
.
|
STANDAR 5.
KEBIJAKAN DAN PROSEDUR
Staf medis berperan serta dalam pengembangan kebijakan, langkah dasar
keputusan dan peraturan serta pelaksanaan pelayanan sesuai dengan standar
profesi.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada kebijakan dan tidak ada bantuan.
|
1
|
=
|
Tidak ada kebijakan dan bantuan bersifat
individual.
|
2
|
=
|
Tidak ada kebijakan dan bantuan dari unit-unit
tertentu.
|
3
|
=
|
Ada kebijakan dan bantuan dari sebagian besar unit-unit kerja
fungsional.
|
4
|
=
|
Ada kebijakan dan bantuan dari semua unit-unit kerja
fungsional.
|
5
|
=
|
Ada kebijakan dan bantuan dari semua unit-unit kerja fuingsional disertai adanya evaluasi terhadap peran staf
medis.
|
DO: Kebijakan yang dimaksud disini ialah
ketentuan bahwa adanya keharusan melibatkan sebanyak mungkin peran staf medis
fungsional, sebagai end-user, dalam proses perencanaan dan pengadaan fasilitas
dan peralatan medis.
Keterlibatan anggota staf medis fungsional
adalah misalnya dalam merencanakan daftar kebutuhan, dalam komite tender
pengadaan peralatan, menyusun kriteria penentuan pemenang tender, evaluasi
terhadap supplier dan lain
sebagainya.
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
Dokumen perencanaan Rumah Sakit, rapat-rapat, absensi yang dihadiri oleh
SMF, undangan, notulen rapat .
|
O
|
:
|
Komite Medis
|
W
|
:
|
Anggota Komite Medis, SMF
.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada panduan dan mekanisme menangani masalah etik
medis.
|
1
|
=
|
Tidak ada panduan ; ada mekanisme dan kriteria tidak tertulis ditentukan
masing-masing unit kerja fungsional.
|
2
|
=
|
Tidak ada panduan; ada mekanisme dan kriteria tertulis ditentukan
masing-masing unit kerja fungsional.
|
3
|
=
|
Ada panduan; ada mekanisme dan
kriteria tertulis ditetapkan masing-masing unit kerja
fungsional.
|
4
|
=
|
Ada panduan; ada mekanisme dan kriteria tertulis ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit.
|
5
|
=
|
Ada panduan; ada mekanisme dan kriteria tertulis ditetapkan oleh
pimpinan rumah sakit disertai evaluasi terhadap panduan dan mekanisme menangani
masalah etis medis.
|
DO: Masalah etis medis selalu
terjadi di banyak Rumah Sakit. Walaupun sudah ada undang-undang yang
diberlakukan berkaitan dengan masalah ini, masalah etis medis harus dilaksanakan
sedemikian rupa menurut prosedur yang dibakukan, sehingga tidak akan menjadi
masalah bila masalah ini karena sesuatu hal menjadi delik pidana
.
Yang dimaksud dengan
panduan adalah petunjuk pelaksanaan dari mekanisme dan prosedur yang ditetapkan,
serta memuat upaya pembinaan untuk tujuan pencegahan.
Referensi utama adalah Kode Etik Kedokteran Indonesia.
C.P
|
:
|
|
D
|
:
|
SK Direktur, Kebijaksanaan-kebijaksanaan, Kodeki, Peraturan pemerintah/Undang-undang mutakhir,
SPO, Juklak .
|
O
|
:
|
Komite Medis
|
W
|
:
|
Anggota Komite Medis,
Direktur RS
.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tak ada Standar Profesi yang dipakai .
|
1
|
=
|
Setiap unit mempunyai Standar sendiri-sendiri walaupun belum tertulis
.
|
2
|
=
|
Standar profesi sudah dibakukan, tetapi pelaksanaannya masih
sendiri-sendiri dan belum tertulis .
|
3
|
=
|
Standar profesi sudah tertulis dan dibakukan, dan ditetapkan oleh
Pimpinan RS, tetapi belum ada mekanisme untuk monitoring .
|
4
|
=
|
Sudah ada mekanisme untuk monitoring, tetapi belum ada SPO sampai
evaluasi dan tindak lanjutnya .
|
5
|
=
|
Sudah ada mekanisme dan prosedur lengkap mulai dari monitoring,
sampai evaluasi dari penerapan Standar Pelayanan Medis yang dilaksanakan, dengan
SK Direktur.
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Kegiatan ini dapat
dilaksanakan melalui a.l. : Audit Medis, Pertemuan Kasus Sulit / Kematian, Ronde
Kelompok SMF (Ronde “Besar”).
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
D
|
=
|
SK Direktur, Kebijaksanaan, SPO, bukti monitoring, bukti
evaluasi, rapat-rapat .
|
O
|
=
|
Komite Medis .
|
W
|
=
|
Anggota Komite Medis, Direktur RS
.
|
S.5.P.4.
|
Ada kebijakan tertulis tentang Persetujuan Tindakan Medis (Informed
Consent), diinformasikan secara luas kepada semua tenaga medis, dilaksanakan
dengan benar dan dilakukan peninjauan secara berkala.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tak ada persetujuan dari pasien dalam bentuk
apapun.
|
1
|
=
|
Ada kesepakatan, tetapi masih belum
tertulis.
|
2
|
=
|
Ada semacam Informed Consent tetapi secara
umum.
|
3
|
=
|
Ada Informed Consent secara detil tetapi belum ditetapkan oleh
pimpinan RS
|
4
|
=
|
Informed Consent sudah baku, ada
SK Direktur, sudah disosialisasikan, belum pernah dievaluasi
.
|
5
|
=
|
Sudah dievaluasi dan ditindak lanjuti.
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Kebijakan harus ditetapkan secara tertulis memuat keharusan dokter
memberikan penjelasan sebelum tindakan Medis dilakukan, keharusan meminta
persetujuan pasien atau keluarganya, keharusan dokter menandatangani formulir
Informed Consent, keharusan pasien atau keluarganya menandatangani formulir
Informed consent. Formulir Persetujuan dan Penolakan Tindakan Medis harus dibuat
terpisah sesuai pembakuan yang ditetapkan dalam edaran Direktur Jenderal
Pelayanan Medis bulan April 1999.
Komite Medis harus menetapkan jenis tindakan medis yang harus
disertai Informed Consent.
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
|
|
|
D
|
=
|
SK Direktur, Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medis, Pedoman
Informed Consent, SPO, bukti sosialisasi, rapat-rapat, evaluasi, tindak lanjut
.
|
O
|
=
|
Unit pelayanan medis .
|
W
|
=
|
SMF, bagian pelayanan pasien, Komite Medis.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada kebijaksanaan informasi medis.
|
1
|
=
|
Ada catatan tentang tindakan medis tetapi tidak
teratur.
|
2
|
=
|
Catatan tentang proses medis hanya berlaku diunit
tertentu.
|
3
|
=
|
Ada catatan proses medis sudah dibakukan untuk semua unit perawatan
tetapi belum ada prosedur yang mengaturnya.
|
4
|
=
|
Sudah ada prosedur pencatatan proses medis dan dibakukan dengan SK
Direktur, tetapi belum dievaluasi.
|
5
|
=
|
Sudah dievaluasi dan ditindak lanjuti.
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Prosedur pencatatan medis ditulis oleh setiap pelaksana pelayanan
secara teratur, rinci dan akurat untuk efisiensi dan peningkatan mutu
pelayanan.
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
D
|
=
|
SK Direktur, SPO, monitoring, rapat-rapat evaluasi
.
|
O
|
=
|
Catatan medis di ruangan Rawat Inap/Jalan, di bagian Rekam Medis
Rumah Sakit.
|
W
|
=
|
SMF, petugas Rekam
Medis.
|
STANDAR 6. PENGEMBANGAN STAF
DAN PROGRAM PENDIDIKAN
Rumah sakit dan staf medis selalu menunjukkan komitmen dalam
mendorong pendidikan kedokteran berkelanjutan.
Skor
|
|
|
0
|
=
|
Tidak ada analisis dan tidak ada program pengembangan
pelayanan.
|
1
|
=
|
Tidak ada analisis, tetapi ada pengembangan pelayanan tanpa adanya
program jelas
|
2
|
=
|
Ada analisis tetapi tidak ada program pengembangan
pelayanan.
|
3
|
=
|
Ada analisis dan program pengembangan akan tetapi belum
dilaksanakan.
|
4
|
=
|
Ada analisis dan program pengembangan dan sudah ada pelaksanaan
program.
|
5
|
=
|
Ada analisis dan program pengem,bangan dan sudah ada pelaksanaan
program disertai evaluasi terhadap program dan tindak
lanjutnya.
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Untuk merencanakan pengembangan pelayanan Rumah Sakit, perlu diadakan
penelitian kebutuhan masyarakat (data) tentang jenis pelayanan tertentu / per
disiplin (SMF), dianalisis, diberikan rekomendasi, dibuat keputusan oleh pemilik
dan Direktur dan hasil keputusan tersebut harus ditindak lanjuti
.
Program pengembangan harus dilengkapi dengan kerangka acuan jelas,
skedul pelaksanaan, sistem pelaporan dan evaluasi terhadap program itu
sendiri.
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
|
|
|
D
|
=
|
Statistik data pelayanan dan analisis, rekomendasi, SK Direktur,
program pengembangan pelayanan Rumah Sakit, kerangka acuan program, notulen
rapat-rapat
|
O
|
=
|
-
|
W
|
=
|
Direktur RS, unit
perencana.
|
S.6.P.2.
|
Ada program pendidikan atau pelatihan spesialistik atau pendidikan berkelanjutan sesuai fungsi dan kebutuhan
pelayanan rumah sakit.
|
Skor
|
|
|
0
|
=
|
Tidak ada program pendidikan.
|
1
|
=
|
Ada semacam pembinaan tetapi
tidak teratur.
|
2
|
=
|
Ada program pendidikan tidak
tertulis dan dilaksanakan tidak teratur.
|
3
|
=
|
Ada program pendidikan tertulis, tetapi belum ditetapkan oleh pimpinan
Rumah Sakit.
|
4
|
=
|
Ada program pendidikan tertulis, sudah ditetapkan oleh pimpinan
RS.
|
5
|
=
|
Ada program pendidikan tertulis, sudah ditetapkan oleh pimpinan rumah
sakit disertai evaluasi program, rekomendasi dan tindak
lanjutnya.
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Untuk menyusun program pendidikan tenaga medis secara berkelanjutan
untuk memenuhi kebutuhan pelayanan, perlu program yang baku, ditetapkan oleh
Direktur. Pendidikan dapat dilakukan didalam maupun diluar Rumah Sakit. Pendidikan ini hasilnya perlu dievaluasi dan
disempurnakan secara berkala untuk menjamin mutu pelayanan tetap tinggi
.
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
D
|
=
|
Ada program, ada unit, ada SPO, Penetapan Direktur RS, bukti evaluasi
dan tindak lanjut .
|
O
|
=
|
Unit Diklat.
|
W
|
=
|
Diklat, Komite Medis, pimpinan RS
.
|
STANDAR 7. EVALUASI DAN
PENGENDALIAN MUTU
Pimpinan harus melaksanakan
evaluasi pelayanan dan pengendalian mutu.
S.7.P 1.
|
Ada program atau kegiatan peningkatan mutu pelayanan
medis.
|
Skor
|
|
|
0
|
=
|
Tidak ada upaya peningkatan mutu pelayanan
.
|
1
|
=
|
Ada rapat-rapat pembahasan kasus tetapi dilakukan tidak
teratur
|
2
|
=
|
Peningkatan mutu pelayanan dilakukan secara terbatas
.
|
3
|
=
|
Ada semacam program tertulis upaya peningkatan mutu pelayanan tetapi
hanya dilakukan oleh unit tertentu dan ditetapkan oleh kepala unit
.
|
4
|
=
|
Sudah ada program baku upaya peningkatan mutu Pelayanan Medis,
ditetapkan oleh Pimpinan RS belum dievaluasi .
|
5
|
=
|
Sudah dievaluasi, ditindak lanjuti, dan disempurnakan secara
berkala.
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Program peningkatan mutu Pelayanan Medis disusun dengan mempergunakan
prosedur yang dibakukan oleh pimpinan RS . Program ini dapat terdiri dari
bermacam-macam kegunaan, seperti penerapan Indikator Klinis, Audit Medis,
penerapan 7 (tujuh) Langkah Keselamatan Pasien (Panduan KKPRS –Komite
Keselamatan Pasien Rumah Sakit- NO 001-VIII-2005), pemanfaatan alat kedokteran,
hasil pelayanan medis, diklat-penelitian dalam SMF, proses & keluaran
SubKomite, kepuasan pasien dan lain-lain.
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
D
|
=
|
Program peningkatan mutu RS, SPO, survei-survei, kuesioner,
rapat-rapat komite Medis, evalusi, SK Direktur, tindak
lanjut.
|
O
|
=
|
Komite Medis, Litbang.
|
W
|
=
|
Anggota Komite Medis, Kepala Litbang, Pimpinan
RS.
|
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada tim audit dan pedoman kegiatannya, tidak ada
kegiatan
|
1
|
=
|
Ada tim audit; tidak ada pedoman kegiatannya, tidak ada kegiatan.
|
2
|
=
|
Ada tim audit dan pedoman kegiatannya; tidak ada
kegiatan.
|
3
|
=
|
Ada tim audit dan pedoman kegiatannya; ada kegiatan tidak teratur;
tidak ada laporan kegiatan.
|
4
|
=
|
Ada tim audit dan pedoman kegiatannya; ada kegiatan teratur disertai
adanya laporan kegiatan.
|
5
|
=
|
Ada tim audit dan pedoman kegiatannya; ada kegiatan teratur disertai
adanya laporan kegiatan, rekomendasi dan tindak
lanjutnya.
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Yang dimaksud dengan tim audit adalah sebuah tim yang dapat merupakan
bagian dari Panitia/Sub Komite Peningkatan Mutu dari Komite Medis. Tim ini
dibentuk untuk meneliti dan membahas kasus-kasus Medis penting, Audit Medis,
penerapan Indikator Klinis. Dalam melaksanakan tugasnya tim audit dapat mengundang dokter ahli lain
yang berasal dari dalam dan dari luar rumah sakit (dokter ahli bukan anggota tim
audit) yang relevan dengan kasus-kasus yang diteliti dan dibahas. Referensi :
KepMenKes RI, No. :
496/MENKES/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit Medis di
RS.
Yang dimaksud dengan kegiatan teratur adalah jika tim audit meneliti
dan membahas paling sedikit 3 (tiga) kasus penting dalam satu
tahun.
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
|
|
|
D
|
=
|
SK pembentukan tim, pedoman kegiatan, uraian tugas anggota tim,
notulen rapat, laporan
|
O
|
=
|
-
|
W
|
=
|
Ketua Komite Medis, Ketua Tim
Audit
|
Skor
|
|
|
|
0
|
=
|
Tidak ada pengumpulan data indikator klinis.
|
|
1
|
=
|
Ada pengumpulan data indikator klinis, minimal 3, akan tetapi tidak
teratur .
|
|
2
|
=
|
Ada pengumpulan data indikator klinis, minimal 3, teratur, tanpa analisis.
|
|
3
|
=
|
Ada pengumpulan data indikator klinis, minimal 3, teratur, disertai
analisis.
|
|
4
|
=
|
Ada pengumpulan data indikator klinis, minimal 3, teratur, disertai
analisis dan
rekomendasi.
|
|
5
|
=
|
Ada pengumpulan data indikator klinis, minimal 3, teratur, disertai
analisis, rekomendasi dan tindak lanjut.
|
|
|
|
|
|
D.O.
|
=
|
Yang dimaksud dengan indikator klinis adalah indikator yang tercantum
dalam Buku Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan RS (World Health
Organization/ Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, Departemen Kesehatan 1998).
Salah satu indikator klinis yang harus dikumpulkan, diolah dan dinalisis dalam
standar ini adalah Angka Infeksi
Luka Operasi. Pengumpulan data dan analisis untuk keperluan ini harus ditetapkan
secara tertulis disertai kerangka acuan (TOR) jelas. Analisis harus dilakukan secara berkala 3 (tiga) bulan
sekali secara terus-menerus. Yang harus disimpulkan dari analisis ini
adalah kecenderungan (trend) dari Infeksi Luka Operasi;
Tim penilai perlu dibentuk untuk menilai, menganalisa serta mengevaluasi
kemajuan.
Angka Infeksi Luka Operasi = Banyaknya infeksi luka operasi bersih
per bulan x 100 %
Total operasi bersih per bulan tersebut
|
|
|
|
|
C.P.
|
=
|
|
|
D
|
=
|
Kerangka Acuan (TOR), pembentukan unit pelaksana, dokumen analisis,
rekomendasi dan tindak lanjut
|
|
O
|
=
|
|
|
W
|
=
|
Unit pelaksana, Ketua Komite Medis, Subkomite/Panitia Mutu
Medis.
|
|
|
|
|
|
|
S.7.P.4. Diterapkan metoda dan tata
laksana agar rumah sakit mampu melakukan evaluasi, analisis, dan tindak lanjut
dari Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) pada pasien.
Skor
|
:
|
|
0
|
=
|
Tidak ada metoda dan tata laksana.
|
1
|
=
|
Ada metoda tetapi tidak ada tata laksana dan belum
dilaksanakan.
|
2
|
=
|
Ada metoda dan tata laksana tetapi belum
dilaksanakan.
|
3
|
=
|
Ada metoda dan tata laksana dan sudah dilaksanakan di unit kerja
tertentu.
|
4
|
=
|
Ada metoda dan tata laksana dan sudah dilaksanakan di semua unit kerja
tertentu.
|
5
|
=
|
Ada metoda dan tata laksana dan sudah dilaksanakan disertai dengan
adanya evaluasi analisis dan tindak lanjut.
|
D.O.
|
:
|
1. Yang dimaksud dengan “metoda” adalah cara merancang monitoring dan
analisis data KTD dari pasien. Dalam metoda ini termasuk memonitor dan
menganalisis paling sedikit 1 (satu) proses pelayanan risiko tinggi yang
potensial terjadi dalam tahun mendatang, dikenal dengan Failure Modes &
Effects and Analysis (FMEA).
2. Yang dimaksud dengan “tata laksana” adalah pengorganisasian pengumpulan,
pengolahan, analisis, pelaporan data yang terkait dengan kejadian tidak
diharapkan (KTD).
|
|
|
|
C.P.
:
|
D =
|
Kerangka acuan dari metode, keputusan tentang pengumpulan/pengolahan
data, hasil analisis.
|
|
O
=
|
-
|
|
W
=
|
Pengelola program keselamatan
pasien.
|
*** Rev. Maret 2007 ***
|